Akhir tahun 2021 saya sempat baca artikel di twitter dengan judul "Epidemiolog: Setiap Orang Akan Kena Covid-19 pada Waktunya, Minimal Sekali Seumur Hidup". Meskipun tingkat imunisasi meningkat setiap hari, miliaran orang di seluruh dunia belum divaksinasi, dan akan selalu ada orang yang rentan terhadap virus: Bayi baru lahir, orang yang tidak bisa atau tidak mau divaksinasi, dan mereka yang divaksinasi tetapi menderita infeksi lain karena daya tahan tubuh mereka telah turun. Bahaya utama lainnya adalah kemungkinan bahwa virus bermutasi menjadi varian yang resisten terhadap vaksin, meskipun itu bukan satu-satunya risiko kedepannya. Mengingat skenario seperti itu, para ilmuwan mengatakan bahwa menghilangkan Covid-19 dalam waktu dekat mungkin hanya mimpi belaka. Sebagai tenaga kesehatan yang hampir setiap hari berhadapan dengan pasien yang datang ke rumah sakit tanpa kita ketahui terlebih dahulu penyakitnya, risiko terpapar virus Covid-19 terbilang sangat tinggi dan kemungkinan untuk terinfeksi lebih meningkat.
Setelah survive dari Covid-19 selama hampir 2,5 tahun (mengingat rekan-rekan kerja dan keluarga banyak yang terinfeksi, bahkan ada yang sudah 2x terinfeksi selama periode tersebut), tanggal 30 Agustus menjadi hari dimana pertahanan tubuh dr. Andrew Christian Pangemanan yang walaupun sudah di vaksin booster (Pfizer-BioNTech) akhirnya runtuh juga. Hahahaha.
Awal gejala gangguan saluran pernapasan saya rasakan tanggal 28 Agustus sore, saat itu saya sedang bertugas di rumah sakit. Sore itu saya mulai merasakan gatal di leher. Sudah coba minum air hangat namun gejalanya tidak hilang. Saya mengabaikannya dengan harapan besok akan segera hilang. Kebetulan malamnya saya jaga IGD. Malam itu mungkin hanya bisa tidur 2-3 jam karena pasien cukup banyak.
Esoknya (29 Agustus) pulang jaga, saya mampir ke restoran untuk sarapan pagi Mie Kuah Pangsit, saat itu kondisi saya seperti kurang fit, makan seperti kurang selera, padahal makanan yang saya pesan biasanya sering dipesan dan rasanya enak, tapi pagi itu entah kenapa makanannya tidak dihabiskan. Saya berpikir mungkin karena post jaga, jadi memang belum fit. Sesampainya di rumah sakit, saya mendapatkan kabar bahwa HRD sedang batuk-batuk sejak kemarin pagi, dia memeriksakan diri di IGD. Saat di antigen, ternyata positif. Salah satu staf Accounting juga menyampaikan ke saya kalau kemarin hari sejak pagi dia merasakan demam walaupun hari ini sudah tidak lagi demam. Saya menyuruh dia untuk ikut antigen di IGD, hasilnya positif. Harusnya saat itu saya juga antigen, namun saya menolak menunggu esok hari jika keluhan gatal tenggorokan saya tidak hilang.
Alih-alih tidak hilang, malamnya saya mulai merasakan demam. Ukur suhu badan 37,9. Anjrit. 80-90% mulai yakin kalau Covid. Sebelum tidur saya minum Ibuprofen (alergi Paracetamol).
Esoknya tanggal 30 Agustus, tenggorokan masih terasa gatal, masih demam sumer-sumer, mulai batuk kering walaupun jarang. Paginya langsung periksa antigen. Tidak sampai 15 detik hasilnya langsung keluar 2 garis merah a.k.a. POSITIF. I fucking knew it.
Sebagai seorang nakes, tatalaksana Covid gejala ringan adalah dengan isolasi mandiri selama 5 hari. Hari ke-6 antigen lagi. Jika hasilnya masih positif, isolasi mandiri dilanjutkan sampai hari ke-10 dan 24 jam setelah hilang demam tanpa obat + perbaikan gejala baru bisa kembali bekerja, sedangkan jika hasil di hari ke-6 sudah negatif dan 24 jam setelah hilang demam tanpa obat + perbaikan gejala, berarti sudah bisa kembali bekerja.
Hasil antigen positif langsung di input di all-record peduli lindungi, kemudian akan langsung mendapatkan WA dari Kemenkes untuk telemedicine pengambilan resep isolasi mandiri gratis untuk penderita Covid-19. Saya mendapat Paket B. Setelah di konfirmasi dari pusat, obatnya akan langsung di kirimkan dari Kimia Farma terdekat. Thank You Kemenkes.
Hari ke-3 isolasi mandiri (1 September) sudah tidak demam, obat panas sudah tidak diminum lagi. Batuk berdahak dan pilek mulai berkurang, namun nyeri menelan makin meningkat. Sejak pagi saya perbanyak minum air hangat. Tanda-tanda vital tetap aman. I'm feeling a lot better (besides that saki batlan wkwk)
Hari ke-4 isolasi mandiri (2 September) masih batuk berdahak dan pilek namun frekuensinya mulai berkurang. Tampaknya fase symptom kritis sudah terlewati. Nyeri menelan juga mulai berkurang.
Hari ke-5 isolasi mandiri (3 September) feeling wayyy better. Batuk berdahak dan pilek masih ada. Say goodbye to nyeri menelan.
Hari ke-6 isolasi mandiri (4 September) harusnya hari ini saya cek antigen, namun karena hari minggu, saya memutuskan untuk menunda Senin dan hari ini dipakai untuk istirahat, walaupun sorenya bersih-bersih kamar, cuci baju dan cuci mobil. Anggaplah olahraga ringan.
Hari ke-7. Paginya langsung ke rumah sakit untuk kontrol cek antigen. Puji Tuhan hasilnya Negatif. I'm officially penyintas wkwkwk. Berhubung karena banyak PR di rumah sakit yang harus saya kerjakan, pagi itu saya langsung bekerja walaupun masih ada gejala sisa seperti batuk berdahak dan pilek.
Berikut obat-obatan yang saya konsumsi selama Isolasi Mandiri:
Antivirus: Favipiravir 2x1600mg (Hari 1), 2x600mg (Hari 2-5)
Antibiotik: Azithromycin 1x500mg
Antipiretik: Ibuprofen 3x400mg (alergi Paracetamol)
Batuk: N-asetil sistein 3x200mg
Pilek: Cetirizine 1x10mg, CTM 3x4mg (alergi Pseudoefedrin)
Vitamin: Becom-Zet 1x1tablet, Hi-D 50000iu 2x1tablet kunyah
PPI untuk jaga-jaga: Lanzoprazole 2x30mg
Sampai saat ini saya masih bingung saya terinfeksi dari mana karena 2 minggu terakhir saya tidak pernah kontak secara langsung dengan orang positif Covid-19 tanpa menggunakan masker.
Setelah mendengar pendapat dari rekan-rekan kerja dan teman-teman, akhirnya dicurigai saya terinfeksi karena daya tahan tubuh sedang turun. Maklum, 2 minggu terakhir hampir selalu pulang rumah sakit diatas jam 9 malam. Saat saya buka masker di rumah sakit hanyalah saat mau makan siang. Berhubung ruang HRD dan Accounting (yang sehari sebelumnya positif) letaknya di luar ruangan saya, kemungkinan saat mereka buka masker untuk minum atau makan cemilan, virus tersebut kemungkinan ada yang masuk ke ruangan saya yang seringkali tidak ditutup. Jadi saat saya buka masker untuk makan siang, masuklah virus tersebut ke saluran pernapasan. Ditunjang dengan kondisi imunitas sedang turun, fix terinfeksi.
Hal ini menjadi pelajaran untuk saya dan kita semua. Walaupun sudah prokes seketat apapun, tetap masih bisa terinfeksi karena berbagai faktor, karena itu tetap jaga kondisi tubuh, perkuat daya tahan tubuh dengan istirahat cukup, makan minum teratur, olahraga dan prokes selalu. Jangan lupa berdoa sesuai keyakinan masing-masing agar pandemi ini segera berlalu.
Salam, PENYINTAS.