Terkadang saya sering merenung sendiri, apakah saya berada dalam fase yang disebut "Quarter-Life Crisis"?
12 hari lagi saya akan menginjak usia ke-28. DUA PULUH DELAPAN TAHUN. Disaat yang lain sudah sukses dengan karir, pernikahan, keluarga dsb, here I am, Afraid. Afraid of growing up, seperti lagunya Taylor Swift: Never Grow Up.
Definisi:
Quarter-life crisis adalah suatu periode ketidakpastian dan pencarian jati diri yang dialami individu pada saat mencapai usia pertengahan 20 hingga awal 30 tahun. Pada periode ini, individu dihantui perasaan takut dan khawatir terhadap masa depannya, termasuk dalam hal karier, relasi, dan kehidupan sosial (Aristawati, Meiyuntariningsih, Cahya, & Putri, 2021). Menurut Afnan, Fauzia, dan Tanau (2020), quarter-life crisis merupakan reaksi individu terhadap ketidakstabilan yang memuncak, perubahan yang konstan, dan terlalu banyaknya pilihan-pilihan yang disertai rasa panik dan tidak berdaya.
Awal mula krisis ini ditandai dengan timbulnya berbagai emosi negatif seperti kecemasan, frustasi, hingga merasa kehilangan arah. Hal ini dapat mengarahkan individu kepada kondisi stres, depresi, atau gangguan psikologis lainnya. Dilansir dari laman Satu Persen, quarter-life crisis dinilai berdampak pada 86% kaum Milenial yang sering merasa tidak nyaman, kesepian, serta depresi dalam hidupnya. Meskipun begitu, fase ini penting untuk dialami individu agar ia mampu mengenali dirinya sendiri secara lebih mendalam serta mempersiapkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.
Gejala:
Perilaku Impulsif
Meskipun tidak selalu, impulsivitas kadang terlihat pada seseorang yang mengalami quarter-life crisis. Misalnya, ketika seseorang menyadari bahwa ia sebenarnya membenci pekerjaannya saat ini, ia mungkin akan langsung berhenti tanpa melakukan banyak pertimbangan dan lebih memilih untuk melakukan hal lain yang disukainya, misalnya travelling.
Merasa ‘terjebak’ dan membutuhkan perubahan
Seseorang yang mengalami quarter-life crisis merasa bahwa ia berada pada situasi yang membuatnya sulit berkonsentrasi atau menemukan kesenangan. Ketika merasa hidup dengan “autopilot” seperti ini, ia mulai mendambakan dorongan adrenalin yang membuatnya merasa gelisah dan terdesak untuk melakukan suatu perubahan, walaupun ia tidak tahu dengan pasti perubahan seperti apa yang dibutuhkannya.
Hubungan yang berfluktuasi dan ketidakmampuan untuk berkomitmen
Ketika berada pada periode quarter-life crisis, kebingungan akan ke mana rencana hidup membawanya, membuat apa pun di masa depan terasa sangat sulit dipahami, termasuk dalam hal komitmen terhadap hubungan dengan orang lain. Terlalu fokus pada hal-hal yang memicu krisis yang dialami terkadang membuat hubungan interpersonal seseorang juga terpengaruh. Jika ia menemukan dirinya pada jalur spiritual yang baru, ia mungkin merasa ingin mengakhiri hubungan dengan kekasihnya atau membentuk kelompok pertemanan yang baru.
Sulit mengambil keputusan
Dalam masa ini, tekanan untuk mengambil keputusan sering kali menjadi jauh lebih sulit. Seseorang mungkin mengeksplorasi banyak pilihan yang berbeda dan melakukan analisis yang berlebihan atas pro dan kontra dari berbagai pilihan ini. Akhirnya, ia sampai pada titik di mana sangat sulit untuk bergerak maju. Ia merasakan ketakutan yang berlebihan ketika dihadapkan dengan pilihan, takut apa yang dipilihnya itu tidak tepat.. Biasanya, tekanan yang paling besar adalah dalam memilih antara hidup yang penuh petualangan (konsep YOLO: your only life once) atau menjadi dewasa atau adulting (settling down).
Merasa terisolasi dan kesepian
Selama quarter-life crisis, self-talk yang negatif dapat memperburuk keadaan dan malah meyakinkan diri sendiri untuk menarik dan mengisolasi diri dari orang lain. Self-talk negatif yang meyakinkan diri bahwa orang lain tidak menyukai dirinya, atau perasaan bahwa ialah satu-satunya orang yang masih berjuang, sedangkan semua orang telah mencapai ‘kehidupan’ masing-masing mungkin membuat seseorang menjadi lebih sensitif dan mudah marah di depan orang lain. Akibatnya, tindakan ini mendorong orang lain untuk menjauh darinya dan ia semakin merasa terisolasi dan kesepian.
Merasa kehilangan arah
Quarter-life crisis dipenuhi oleh perasaan hampa yang menyebabkan seseorang merasa seperti ada yang hilang dan kekurangan motivasi (ditandai kelelahan dan kurang tidur). Ia juga merasa kehilangan arah tentang apa yang seharusnya dilakukan dalam hidup dan mencoba mencari tahu apa yang hilang tersebut. Sehingga, ia sering kali mempertanyakan dirinya sendiri, termasuk siapa dirinya dan apa tujuan hidupnya.
Cemas dan depresi
Selama periode krisis ini, seluruh dunia terasa gelap dan tidak menyenangkan. Akan muncul perasaan cemas tentang garis waktu dan rencana kehidupannya di masa depan, serta pertanyaan apakah hal yang ia lakukan sudah benar dan cukup. Selain itu, perasaan putus asa dan kurangnya motivasi atau minat pada hal-hal yang pernah anda minati dapat mengarah kepada gejala depresi.
Insecure
Salah satu gejala yang paling sering muncul pada periode quarter-life crisis adalah kecenderungan untuk membandingkan hidup dengan orang lain dan merasa bahwa kehidupan mereka lebih baik. Ia cenderung khawatir akan tertinggal dari teman-temannya yang sudah berhasil mencapai impiannya. Timbul perasaan bahwa apa yang ia miliki saat ini tidak cukup baik, misalnya dalam hal karier, pendapatan, penampilan, hingga hubungan romantis.
Merasa kehabisan waktu
Ketika dewasa, seseorang mungkin merasa bahwa ada banyak hal yang harus dilakukan tetapi ia tidak memiliki cukup waktu untuk itu. Ketika masih kecil, ia mungkin membayangkan bahwa ia akan memiliki banyak hal pada usia 25 atau 30 tahun. Ketika ia sudah mencapai usia tersebut tetapi belum berhasil mendapatkannya, maka ia akan merasa kehabisan waktu.
Penyebab:
Menurut Robbins dan Wilner (2001), quarter-life crisis disebabkan oleh beberapa sumber stres (stressor) berikut:
Identity confusion (kebingungan identitas)
Dunia pekerjaan dan karier: career choices and full time job positions
Frustasi dengan suatu hubungan romantis
Insecurity dan kecemasan terhadap masa depan
Kekecewaan atas sesuatu
Tekanan berupa ekspektasi dari orang lain
Fase:
Robinson (dalam Aristawati, dkk., 2021) menjelaskan bahwa terdapat lima fase yang dilalui oleh individu dalam periode quarter-life crisis, yaitu:
Fase pertama, ditandai dengan munculnya perasaan terjebak dalam situasi yang merupakan pilihan hidupnya. Ia merasa dalam mode “autopilot.”
Fase kedua, terdapat dorongan kuat untuk mengubah situasi dan merasa bahwa perubahan itu hanya akan terjadi jika ia melakukan sebuah “movement.”
Fase ketiga, terjadi tindakan yang sangat krusial yaitu keinginan untuk keluar dari komitmen yang sudah dijalani dan membuatnya merasa terjebak. Hal ini menimbulkan kebingungan peran internal dan eksternal yang memunculkan motivasi untuk melarikan diri. Kemudian, ia melepaskan diri dari komitmen tersebut dan mengalami periode ‘menyendiri’ untuk mencari tahu siapa dirinya dan apa tujuan hidupnya.
Fase keempat, ditandai dengan mulai membangun pondasi baru di mana individu dapat mengendalikan arah tujuan hidupnya.
Fase kelima, membangun komitmen baru yang sesuai dengan minat dan nilai moral yang dipercaya individu tersebut.
.
Cara Menghadapi:
Meskipun terasa sangat berat, quarter-life crisis merupakan waktu yang tepat untuk mengevaluasi kembali hidup yang dijalani individu dan mulai membuat keputusan yang lebih baik. Berikut ini adalah 8 hal yang dapat dilakukan dalam menghadapi krisis setengah abad ini:
Kenali diri sendiri lebih dalam, lakukan self-love
Sadari bahwa ini adalah fase yang normal
Carilah dukungan dari lingkungan yang tepat
Berhenti membandingkan diri dengan orang lain
Kembangkan minat dan bakat yang dimiliki
Buat perencanaan jangka pendek dan jangka panjang
Mencoba hal-hal baru
Be patient, trust the process, and responsibility
Semoga bermanfaat bagi teman-teman yang mungkin sedang menghadapi hal yang sama. You're not alone.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar